Belakangan ini, muncul pemberitaan bahwa pemerintah, khususnya lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin oleh Menteri Bahlil Lahadalia, diduga melakukan praktik yang bisa merugikan perusahaan-perusahaan BBM swasta bahkan dituduh membentuk monopoli dalam penyediaan pasokan BBM non-subsidi. Tuduhan ini muncul setelah rekomendasi atau imbauan agar SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) swasta membeli BBM dari Pertamina, bukan semuanya memanfaatkan jalur impor sendiri atau sumber lain.
Kelangkaan stok BBM di sejumlah SPBU swasta menjadi pemicu utama munculnya kritik. Banyak pihak merasa tidak nyaman bahwa swasta tidak lagi bebas memilih sumber pasokan, sehingga terbuka dugaan bahwa pasar dicederai dan persaingan usaha menjadi tidak sehat.
Fakta yang Diketahui
Sebelum mengambil kesimpulan, berikut beberapa fakta yang telah dilaporkan:
- Imbauan atau kolaborasiPemerintah mengimbau agar SPBU swasta membeli base fuel dari Pertamina. “Base fuel” ini adalah bahan bakar dasar murni (belum dicampur dengan aditif atau zat tambahan spesifik merk) yang kemudian diolah lebih lanjut oleh masing-masing SPBU atau perusahaan swasta untuk memberi ciri khas produk mereka. Poros Jakarta - Jakarta Punya Berita
- Alasan pemerintahAlasannya adalah ada kelangkaan BBM untuk SPBU swasta karena kuota impor yang habis atau terbatas. Pemerintah menganggap kolaborasi dengan Pertamina bisa membantu mengatasi kekurangan stok. Poros Jakarta - Jakarta Punya Berita+2CNN Indonesia+2
- Penegasan bukan monopoliMenteri Bahlil menyangkal bahwa kebijakan tersebut adalah monopoli atau tindakan yang menyudutkan swasta. Ia menyatakan bahwa kuota impor untuk swasta tahun 2025 telah dinaikkan dibanding tahun sebelumnya (sekitar 110% dari kuota 2024). Jadi, pemerintah memberi ruang bagi swasta untuk impor sendiri, tetapi juga membuka opsi kerja sama dengan Pertamina. detikfinance+1
- Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)KPPU ikut terlibat dalam memantau situasi ini. Mereka mendalami apakah ada praktik yang melanggar prinsip persaingan usaha, terutama jika pasokan BBM non-subsidi di SPBU swasta terus terganggu tanpa kejelasan. detikfinance
- Respons publik dan kekhawatiranBeberapa pelaku usaha, konsumen, dan pengamat melihat bahwa jika swasta terlalu tergantung kepada Pertamina atau tidak memiliki alternatif yang memadai, ini bisa menciptakan dominasi yang membatasi pilihan, bisa menaikkan harga, dan mengurangi efisiensi.
Apakah Ini Memang Monopoli?
Sebelum memastikan bahwa ini monopoli, perlu diketahui apa definisi monopoli menurut hukum dan persaingan usaha:
- Monopoli secara umum adalah situasi di mana satu perusahaan menguasai pasar sehingga pesaingnya sulit atau tidak mungkin masuk, dan bisa menentukan harga atau kondisi secara dominan tanpa kompetisi yang sehat.
- Uni kompetitif memerlukan adanya beberapa pelaku usaha yang bebas bersaing, transparansi, alternatif pasokan, dan regulasi yang adil.
Dari fakta-fakta di atas, berikut beberapa aspek yang mendukung dugaan monopoli, serta yang menolak:
Aspek yang Mendukung Dugaan Monopoli
- Ketergantungan swasta terhadap Pertamina sebagai penyedia base fuel atau sumber utama bisa membuat mereka kehilangan kebebasan memilih sumber lain.
- Jika ada hambatan impor yang tinggi (dalam perizinan, logistik, biaya), swasta mungkin akan berkewajiban menggunakan jalur yang “direkomendasikan” pemerintah, bukan sesuai kebutuhan bisnis mereka.
- Keterbatasan pasokan yang konsisten di beberapa SPBU swasta memicu persepsi bahwa ada intervensi struktural yang menguntungkan Pertamina dibanding pelaku swasta lain.
Aspek yang Menolak Dugaan Monopoli
- Pemerintah sudah menaikkan kuota impor untuk swasta, sehingga mereka tetap memiliki pilihan selain membeli dari Pertamina. Ini menunjukkan bahwa ada ruang untuk persaingan. detikfinance+1
- Kerja sama dengan Pertamina bersifat opsi, bukan wajib (menurut pernyataan resmi). Pemerintah menyebut bahwa SPBU swasta bisa menggunakan jalur impor sendiri jika memungkinkan. detikfinance
- Pemerintah juga menyatakan bahwa tujuan kebijakan tersebut adalah untuk memastikan pasokan BBM non-subsidi tercukupi, terutama di tengah krisis atau permintaan tinggi, bukan untuk mengekang persaingan. Poros Jakarta - Jakarta Punya Berita+1
Argumen Pro dan Kontra
Berikut saya rangkum argumen yang biasa disampaikan masing-masing pihak:
Implikasi Jika Dugaan Monopoli Terbukti
Jika pada akhirnya terbukti bahwa kebijakan ini bersifat monopoli atau mengandung unsur monopoli yang bermasalah, maka dampaknya bisa cukup luas:
1. Hukum & Regulasi- Pemerintah / Kementerian ESDM bisa terlibat dalam proses hukum atau pemeriksaan dari KPPU.
- Bisa jadi ada revisi regulasi agar lebih memperjelas hak swasta untuk impor, transparansi harga, dan kebebasan memilih pemasok.
- Harga BBM non-subsidi bisa lebih tinggi jika tidak ada kompetisi.
- Mutu produk bisa dipengaruhi jika kontrol atau regulasi standar kurang ketat.
3. Dinamika Pasar dan Keterlibatan Swasta
- Pelaku usaha kecil atau baru bisa kesulitan masuk pasar jika jalur alternatif impor atau pasokan dibatasi.
- Inovasi dan efisiensi bisa terhambat jika dominasi satu pihak jadi terlalu kuat.
4. Kepercayaan Publik & Keterbukaan Pemerintah
- Masyarakat bisa makin skeptis terhadap kebijakan pemerintah dalam sektor energi.
- Tuntutan transparansi data & kebijakan bisa meningkat, misalnya data impor, kuota, mekanisme distribusi, harga.
Kesimpulan
Dari pengamatan saat ini:Ada dasar yang kuat untuk kekhawatiran bahwa imbauan atau rekomendasi agar SPBU swasta membeli BBM dari Pertamina bisa mendekati praktik yang mengurangi kebebasan berusaha dan potensi monopoli. Namun, belum ada bukti definitif bahwa sudah terjadi monopoli sesuai definisi hukum, karena pemerintah mengklaim ada ruang bagi swasta untuk impor sendiri, dan ada peningkatan kuota impor. Kunci pengawasan ada pada transparansi data (kuota, impor, distribusi, harga), regulasi yang adil, dan peran KPPU serta lembaga-lembaga publik yang mengawasi persaingan usaha.