📢 Selamat datang di e-GalihOS! Temukan artikel menarik seputar teknologi dan tips blog kreatif setiap minggunya! 🌐📱 📢

Perempuan Dirancang Menahan Sakit??

Perempuan dan Kapasitas Menahan Penderitaan: Perspektif Biologis dan Sosiologis



Rocky Gerung pernah menyatakan, “Laki-laki tidak dirancang untuk menahan rasa sakit, tapi perempuan dirancang, bahkan untuk menahuan penderitaan.” Ungkapan ini mengandung makna mendalam tentang perbedaan biologis dan sosiologis antara laki-laki dan perempuan dalam menghadapi rasa sakit dan penderitaan.

Secara biologis, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perempuan memang memiliki ambang rasa sakit yang berbeda dibandingkan laki-laki. Menurut Fillingim et al. (2009) dalam Pain Journal, perempuan cenderung mengalami rasa sakit dengan intensitas yang lebih tinggi, namun juga memiliki mekanisme adaptasi yang lebih baik. Perempuan, misalnya, harus melalui proses biologis seperti menstruasi, kehamilan, persalinan, dan menopause — seluruhnya berkaitan dengan rasa sakit yang berulang dan penderitaan fisik maupun emosional.

Dari perspektif evolusi, kemampuan perempuan untuk bertahan dalam rasa sakit dan tekanan emosional juga berkaitan dengan peran reproduktif dan pengasuhan. Menurut studi oleh Mogil (2012), perempuan memiliki respons imun yang lebih kuat dan ketahanan stres yang lebih baik, yang kemungkinan besar berevolusi untuk memastikan kelangsungan keturunan.

Secara sosiologis, perempuan dalam banyak budaya dibesarkan dengan narasi untuk menjadi kuat dalam menghadapi beban emosional. Penelitian dari jurnal Gender and Society oleh Lorber (1994) menyatakan bahwa norma sosial membentuk perempuan untuk menjadi sosok yang tahan banting, mampu menanggung beban sosial dan emosional keluarga serta komunitas.

Pernyataan Rocky Gerung ini, meskipun terdengar provokatif, sebenarnya sejalan dengan berbagai temuan ilmiah yang menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya dirancang secara biologis untuk menghadapi rasa sakit fisik, tetapi juga secara sosial dikondisikan untuk menghadapi penderitaan emosional dan psikologis dengan ketangguhan luar biasa.


Daftar Pustaka:

  1. Fillingim, R. B., King, C. D., Ribeiro-Dasilva, M. C., Rahim-Williams, B., & Riley, J. L. (2009). Sex, Gender, and Pain: A Review of Recent Clinical and Experimental Findings. Pain, 147(1–3), 194–198. https://doi.org/10.1016/j.pain.2009.08.026
  2. Mogil, J. S. (2012). Sex Differences in Pain and Pain Inhibition: Multiple Explanations of a Controversial Phenomenon. Nature Reviews Neuroscience, 13(12), 859–866. https://doi.org/10.1038/nrn3360
  3. Lorber, J. (1994). Paradoxes of Gender. Yale University Press.

GALIHOS

Saya seorang blogger dan vlogger. Hidup saya adalah kumpulan cerita, yang terekam dalam piksel dan kata-kata. Saya berkembang di bawah tekanan dengan menjunjung tinggi profesionalitas, merangkul seni, cita rasa, dan jalan yang tak berujung. Alam adalah tempat istirahat saya. Namun, hanya sedikit yang tahu obsesi saya dengan disiplin ilmu spionase, peretasan dan kejahatan digital. Saya mempelajari infiltrasi, enkripsi dan cara melacak jejak digital. Hanya sekadar pembelajaran atau begitulah yang saya kira. Setiap petualangan, setiap rahasia, saya dokumentasikan. Media sosial saya menyimpan masa lalu saya, kebenaran yang mutlak. Satu hal yang pasti, saya akan menjaga konfidensial saya, karena selalu ada penipu yang menyamar sebagai pendengar dan selalu ada pendengar yang mengintai dalam kegelapan.

Lebih baru Lebih lama