📢 Selamat datang di e-GalihOS! Temukan artikel menarik seputar teknologi dan tips blog kreatif setiap minggunya! 🌐📱 📢

Datang dengan Buta, Pulang dengan Bisu

 

Tradisi bertamu adalah salah satu aspek paling tua dalam peradaban manusia. Dalam hampir semua budaya, aktivitas saling berkunjung dianggap sebagai jembatan hubungan sosial, simbol kepercayaan, serta bentuk penghormatan antar manusia. Dalam konteks masyarakat Indonesia, khususnya yang memiliki nilai budaya dan agama yang kuat, bertamu tidak hanya sekadar hadir di rumah orang lain, tetapi juga membawa tanggung jawab moral yang melekat.

Salah satu filosofi yang sering disebut dalam adab bertamu adalah ungkapan “datang dengan buta, pulang dengan bisu, ataupun sebaliknya” Ungkapan ini tampak sederhana, tetapi sesungguhnya memuat pesan etika yang amat dalam. Ia mengajarkan bahwa seseorang yang datang ke rumah orang lain sebaiknya tidak menjelajah, mencari-cari, atau memperhatikan hal-hal yang tidak pantas. Dan ketika pulang, ia tidak membawa cerita yang bisa menjadi fitnah, aib, atau bahan pembicaraan yang merugikan pemilik rumah.

Adab ini tidak hanya relevan dalam perspektif agama, tetapi juga dalam ilmu sosial, etika modern, psikologi relasi, hingga kajian budaya. Hubungan interpersonal yang sehat membutuhkan batasan, rasa hormat, serta kemampuan menjaga kepercayaan. Ketika seorang tamu gagal menjaga adab itu, hubungan sosial dapat retak, muncul ketidaknyamanan, dan bahkan hilangnya rasa percaya.

Dalam karya ilmiah singkat ini, pembahasan mengenai adab bertamu akan dikaji dari sudut pandang sosial dan agama, diperkaya dengan filosofi “datang dengan buta, pulang dengan bisu,” serta diperkuat oleh referensi ilmiah.


Perspektif Agama

Dalam Islam, adab bertamu bukan hanya etika sosial, tetapi juga bagian dari akhlak yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Terdapat beberapa rujukan yang secara eksplisit mengatur tata cara bertamu maupun menerima tamu.

Al-Qur’an, Surah An-Nur ayat 27, menyatakan bahwa seseorang tidak boleh memasuki rumah orang lain tanpa izin dan salam terlebih dahulu. Ayat ini menegaskan bahwa privasi adalah hak penting bagi pemilik rumah.

Islam juga menegaskan bahwa salah satu ciri seorang Muslim sejati adalah orang yang menjaga lisannya. Hal ini sangat berkaitan dengan filosofi “pulang dengan bisu,” yakni tidak membawa isu yang dapat menimbulkan gosip atau membuka aib tuan rumah. Nabi SAW bersabda:

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Kewajiban menjaga pandangan juga ditegaskan dalam Islam. Ketika bertamu, seseorang dilarang melihat-lihat isi rumah tanpa izin, sebagaimana sabda Nabi:

Jika seseorang mengintip ke rumahmu tanpa izin, maka kamu berhak mencongkel matanya.
(HR. Bukhari)

Hadis ini menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran privasi dalam ajaran Islam. Prinsip “datang dengan buta” merujuk pada kewajiban untuk menjaga pandangan dan tidak mencari-cari urusan rumah tangga orang lain.

Dalam agama lain, seperti Kristen, terdapat pula nilai serupa. Dalam Roma 12:13 tertulis bahwa umat dianjurkan saling berbagi dan menunjukkan keramahtamahan, sementara etika menjaga rahasia atau aib sesama ditegaskan dalam berbagai surat pastoral. Nilai-nilai universal ini menunjukkan bahwa adab bertamu adalah bagian dari moralitas lintas agama.

Perspektif Sosial dan Budaya

Dalam ilmu sosial, kegiatan bertamu termasuk bagian dari ritual sosial yang memperkuat kohesi masyarakat. Antropolog seperti Emile Durkheim menjelaskan bahwa interaksi sosial membentuk struktur solidaritas. Dalam budaya Jawa misalnya, bertamu dihormati dengan prinsip "tepo seliro" atau kemampuan menjaga perasaan orang lain.

Filosofi “datang dengan buta, pulang dengan bisu” cocok dengan konsep proxemics dalam sosiologi, yaitu teori jarak dan batasan pribadi. Ketika seorang tamu tidak memahami batasan ini, ia akan dianggap melanggar wilayah personal tuan rumah.

Sementara itu, dalam teori psikologi relasi interpersonal, menjaga kepercayaan adalah unsur kunci hubungan jangka panjang. Tindakan membicarakan aib orang lain setelah bertamu termasuk kategori betrayal of confidentiality, yang menurut penelitian dapat merusak hubungan sosial secara signifikan.

Beberapa jurnal sosiologi kontemporer juga menegaskan bahwa penghormatan terhadap privasi adalah bagian dari etika masyarakat modern, terutama di era digital. Di zaman ketika informasi mudah dibocorkan dan cepat viral, adab ini semakin relevan.

Filosofi “Datang dengan Buta, Pulang dengan Bisu”

Filosofi ini memiliki makna ganda. Pertama, ia mendorong tamu untuk datang dalam keadaan “buta,” bukan dalam arti literal, tetapi tidak sibuk memperhatikan hal-hal yang tidak penting seperti isi lemari, barang-barang pribadi, atau kondisi rumah yang mungkin berantakan. Tamu yang baik hanya fokus pada tujuan kedatangan, bukan pada hal-hal yang tidak pantas.

Kedua, pulang dengan “bisu” berarti tamu tidak membawa informasi yang dapat menjadi bahan omongan. Jika ia melihat hal yang sebenarnya bukan urusannya, ia harus diam. Ini melahirkan konsep etika confidentiality atau kerahasiaan, yang juga merupakan prinsip dasar dalam konseling, kedokteran, hingga hubungan profesional.

Filosofi ini memuat empat nilai moral utama, yakni kepercayaan, kesopanan, empati, dan integritas. Keempatnya diperlukan untuk menciptakan hubungan sosial yang sehat.


Implementasi Adab Bertamu dalam Kehidupan Modern

Dalam kehidupan modern, batasan privasi semakin diperluas. Rumah bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga tempat bekerja, tempat beristirahat, dan ruang keluarga. Teknologi digital membuat seseorang bisa dengan mudah mengambil foto, merekam video, dan menyebarkan cerita. Karena itu, adab bertamu menjadi semakin penting untuk dijaga.

Saat seseorang memasuki ruang pribadi orang lain, ia menanggung tanggung jawab moral, antara lain tidak membuka barang pribadi, tidak memotret tanpa izin, dan tidak berbicara tentang kondisi rumah tuan rumah kepada orang lain.

Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Bertamu

Dalam banyak budaya, terdapat beberapa perilaku yang dianggap melanggar adab bertamu. Misalnya masuk tanpa salam, duduk tanpa dipersilakan, melihat isi rumah atau kamar tuan rumah, serta mencampuri persoalan rumah tangga yang tidak ada kaitannya dengan kedatangan tamu.

Kesalahan yang paling sering ditemui adalah ketika tamu membicarakan kondisi rumah, ekonomi, kebersihan, atau persoalan internal yang ia lihat selama bertamu. Lingkaran gosip biasanya terbentuk dari tamu-tamu seperti ini.

Adab Bertamu sebagai Upaya Menjaga Hubungan Sosial

Hubungan sosial dalam masyarakat membutuhkan kepercayaan. Ketika seseorang merasa aman dari penilaian dan pembicaraan di belakang, ia akan dengan senang hati membuka pintu bagi tamu. Tetapi jika pengalaman bertamu sebelumnya membuatnya merasa dipermalukan, hubungan bisa rusak.

Adab bertamu adalah investasi sosial. Ia menumbuhkan iklim kepercayaan dan memperluas jalinan kebaikan. Seseorang yang menjaga adab ini biasanya dihormati dalam komunitasnya, karena dianggap memiliki integritas.


Kesimpulan

Adab bertamu bukan sekadar aturan sopan santun, melainkan fondasi moral dalam masyarakat. Baik agama, budaya, maupun teori sosial menekankan pentingnya menjaga privasi, menghormati ruang pribadi, dan menjaga lisan dari hal-hal yang dapat merugikan orang lain.

Filosofi “datang dengan buta, pulang dengan bisu” merupakan intisari dari seluruh adab tersebut. Ia mengajarkan bahwa bertamu harus dilakukan dengan hati yang bersih, niat yang baik, dan tanggung jawab untuk menjaga rahasia serta kehormatan tuan rumah.

Dalam perspektif ilmiah, adab ini selaras dengan prinsip sosial modern seperti confidentiality, proxemics, etika komunikasi, dan teori hubungan interpersonal. Dalam agama, adab bertamu bahkan memiliki dasar kuat dalam Al-Qur’an dan hadis, menunjukkan bahwa nilai ini bersifat universal dan relevan sepanjang zaman.

Ketika masyarakat mempraktikkan adab bertamu secara benar, hubungan sosial menjadi lebih harmonis. Sebaliknya, ketika adab ini ditinggalkan, lahirlah konflik, gosip, ketidakpercayaan, dan kerenggangan hubungan.

Dengan demikian, menghidupkan kembali nilai “datang dengan buta, pulang dengan bisu” bukan hanya menghidupkan tradisi, tetapi juga menjaga martabat, kehormatan, dan keutuhan sosial masyarakat.


Daftar Rujukan Ilmiah

  1. Jurnal Sosiologi Indonesia Vol. 12 (2022): Privasi dalam Interaksi Sosial Modern.
  2. Journal of Social Ethics (2021): Interpersonal Boundaries and Trust.
  3. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.
  4. Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 27.
  5. E. Durkheim. The Division of Labour in Society. 1893.
  6. Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. 1984.

GALIHOS

Saya seorang blogger dan vlogger. Hidup saya adalah kumpulan cerita, yang terekam dalam piksel dan kata-kata. Saya berkembang di bawah tekanan dengan menjunjung tinggi profesionalitas, merangkul seni, cita rasa, dan jalan yang tak berujung. Alam adalah tempat istirahat saya. Namun, hanya sedikit yang tahu obsesi saya dengan disiplin ilmu spionase, peretasan dan kejahatan digital. Saya mempelajari infiltrasi, enkripsi dan cara melacak jejak digital. Hanya sekadar pembelajaran atau begitulah yang saya kira. Setiap petualangan, setiap rahasia, saya dokumentasikan. Media sosial saya menyimpan masa lalu saya, kebenaran yang mutlak. Satu hal yang pasti, saya akan menjaga konfidensial saya, karena selalu ada penipu yang menyamar sebagai pendengar dan selalu ada pendengar yang mengintai dalam kegelapan.

Lebih baru Lebih lama