Sebuah Esai Sendu Tentang Cinta, Kehidupan, dan Peran Seorang Ayah
Ada kalimat yang tak pernah benar–benar selesai dibahas dalam hidup kita: bahwa cinta tidak hanya diucapkan, tetapi dikerjakan. Dan di sebuah sore lembut di antara warna–warni ruang bermain anak, munculah pemandangan sederhana, seorang ayah yang berlutut, menunduk untuk memasangkan sepatu pada anaknya, sementara sang ibu memotret adegan ini sambil tersenyum.
Pemandangan itu memancarkan kehangatan yang sulit dijelaskan. Ada sesuatu yang lebih besar dari pada sekadar tindakan kecil merapikan tali sepatu. Ada cinta, ada pengorbanan, ada harapan, dan ada masa depan yang dijahit dari momen–momen sepele seperti itu.
Dan dari momen kecil itulah lahir sebuah kalimat yang begitu dalam maknanya:
“aku bukan menunduk pada wanita lain selain dirimu, melainkan pada anak kita.”
Kalimat yang tidak hanya menyentuh, tetapi memahat makna tentang keluarga dan tanggung jawab seorang laki–laki yang telah memilih untuk menjadi ayah.
Menunduk Bukan Tanda Lemah, tetapi Tanda Cinta
Dalam gambar itu, terlihat seorang pria berjongkok, menunduk untuk membantu putrinya memakai sepatu. Sebagian orang mungkin menganggap itu hanya adegan biasa. Namun bagi mereka yang pernah menjadi ayah, atau dibesarkan oleh ayah yang baik, tahu bahwa posisi itu bukanlah posisi yang kecil.
Saat seorang ayah menunduk di hadapan anaknya, sebenarnya ia sedang meninggikan masa depan anak tersebut. Ia mengajarkan bahwa cinta tidak selalu diucapkan keras–keras, tetapi dihadirkan lewat tindakan–tindakan kecil yang konsisten.
Sementara bagi istrinya, wanita yang telah ia pilih untuk ia temani seumur hidup, menunduk di hadapan anak mereka adalah bentuk janji yang berbeda:
Saat Seorang Laki–Laki Menjadi Ayah
Menjadi ayah bukanlah perkara mudah. Tidak ada sekolahnya, tidak ada kurikulumnya, tidak ada buku pedoman yang benar–benar tepat.
Namun setiap ayah belajar dari hal–hal sederhana:
- pertama kali menggandeng tangan kecil itu,
- pertama kali mendengar suara tangisnya,
- pertama kali takut kehilangan,
- pertama kali merasa hidupnya bukan lagi tentang dirinya.
Dan di balik semua itu, ada seorang perempuan, sang istri yang menjadi tempat seorang ayah pulang.
Karena itu, ketika seorang suami berkata,
“aku bukan menunduk pada wanita lain selain dirimu…”
ia tidak hanya berbicara tentang kesetiaan dalam hubungan, tetapi tentang penghormatan yang mendalam pada peran seorang istri. Istrilah yang membuatnya menjadi ayah; istrilah yang menemaninya dalam perjalanan panjang membesarkan anak; istrilah yang tetap memegang erat tangannya ketika hidup mulai melelahkan.
Dan ketika ia menambahkan,
“…melainkan pada anak kita.”
itu adalah pengakuan paling jujur bahwa ia memilih menjadi kecil agar keluarganya menjadi besar. Bahwa ia rela merendahkan ego agar anaknya tumbuh tinggi. Bahwa ia mau menundukkan kepala agar keluarga mereka tetap berdiri tegak.
Suara Hati yang Tak Terucapkan
Di balik apa yang tampak ceria dalam foto itu, warna–warni permainan, tawa anak–anak, lampu yang lembut, ada kisah emosional yang mungkin tak terlihat oleh mata.
Bahkan ketika ia menunduk, ia mungkin sedang mengingat ribuan hal, bagaimana nanti anaknya tumbuh, bagaimana ia harus kuat demi masa depan anaknya, bagaimana ia ingin menjadi ayah yang layak ditiru.
Dan mungkin, jauh di dalam pikirannya, ia sedang berkata pelan tanpa suara:
Wanita yang Ia Hormati
Ia menunduk pada istrinya bukan sebagai bentuk kerendahan diri, tetapi sebagai bentuk penghargaan.
Karena istri adalah rumah, tempat ia kembali, tempat ia menemukan ketenangan.
Mengapa pria memilih menunduk untuk anak?
Karena ia melihat wajah istrinya dalam mata anak tersebut.
Karena cinta yang ia berikan pada anaknya berasal dari cinta yang ia tanam bersama istrinya.
Cinta yang Bergerak Tanpa Tepuk Tangan
Kita sering melihat cinta besar dari hal–hal besar: pesta, hadiah, liburan, ucapan manis. Tapi cinta yang paling murni justru tersembunyi dalam hal paling sederhana, seperti menunduk untuk memasangkan sepatu.
Hanya ada ruang kecil antara ayah dan anak yang dipenuhi kasih.
Justru dari momen sederhana dan sepi inilah cinta keluarga tumbuh kuat.
Untuk Sang Istri: Kau Bukan Sekadar Pendamping
Istrilah yang:
- mengandung selama berbulan–bulan,
- menahan sakit yang tak pernah bisa pria pahami,
- terbangun di malam hari demi anaknya,
- menjadi pusat emosional rumah,
- menjadi alasan seorang ayah pulang setiap hari.
Karena itu, ketika sang suami berkata bahwa ia tidak akan menunduk pada wanita lain membawa makna begitu besar.
Anak yang Mengubah Segalanya
Sungguh benar bahwa anak mengubah segalanya.
Dan di gambar itu, saat anak itu duduk sambil meminum air dalam botol lucunya, tak menyadari betapa besar cinta yang mengitari dirinya, ia mungkin tidak tahu bahwa ayahnya sedang mengukir janji dalam diam.
Penutup: Cinta yang Akan Hidup Lama Setelah Kita Tiada